Nikah Siri merupakan Pernikahan jadi peristiwa penting yang tak terlewatkan buat mayoritas orang. Oleh karenanya, beberapa orang yang rayakan pernikahannya itu untuk tunjukkan status baru mereka jadi pasangan suami istri. Di Indonesia, pernikahan harus sah di mata negara serta agama. Akan tetapi, ada sejumlah orang yang cuman lakukan pernikahan di balik tangan atau umumnya diketahui makna nikah siri.

Nikah siri dapat didefinisikan jadi wujud pernikahan yang sudah dilakukan menurut hukum agama, namun tidak diberitakan ke masyarakat dan tidak tercantum sah di Kantor Pekerjaan Agama (KUA) dan Kantor Catatan Sipil. Lewat kata lain, nikah siri yaitu pernikahan yang resmi secara agama, tapi tidak syah di mata hukum.

Di golongan ulama sendiri, hukum berkaitan nikah siri masihlah ada kontra dan pro. Sejumlah beranggapan jika nikah siri diperbolehkan serta bisa saja dilaksanakan asal bermaksud tertentu dan taati syarat dan rukun menikah dalam Islam. Ada pula yang melihat kalau nikah siri itu dilarang karena mudharat-nya semakin banyak.

Nikah siri adalah nikah yang tidak dibuat di pemerintahan, di dalam masalah tersebut Kantor Masalah Agama (KUA). Maka, tidak miliki kebolehan hukum lebih-lebih pada ibu dan anaknya. Pernikahan siri atau pernikahan pendataan hukum dipastikan selaku pelanggar hukum.

Lantaran, hal tersebut bisa menyalahi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1946, yang menyebutkan jika tiap-tiap pernikahan mesti dilihat oleh karyawan pencatat pernikahan dan itu diikuti ancaman berbentuk denda dan kurungan tubuh.

A. Pada umumnya pernikahan siri miliki karakter berikut ini :

1. Pernikahan tanpa wali

Pernikahan tanpa ada wali yaitu pernikahan yang telah dilakukan dengan cara rahasia sebab faksi wali wanita tidak sepakat atau lantaran memandang syah pernikahan tanpa ada wali atau karena hanya ingin menurutkan gairah syahwat semata tanpa ada menghiraukan peraturan syari’at Islam.

2. Pernikahan yang disembunyikan karena alasan-pertimbangan tersendiri /H3

Misalkan karena takut ada stigma negatif dari rakyat yang udah memandang pemali pernikahan siri atau sebab penilaian-pertimbangan yang susah yang lain memaksakan seorang buat rahasiakan pernikahannya.

3. Nikah siri dalam penglihatan agama diijinkan sepanjang perihal-perihal sebagai rukunnya tercukupi /H3

Di dalam masalah tersebut, semuanya sejumlah hal yang diizinkan sepanjang saat lakukan atau melalui pernikahan itu sedikit mudharat/ dampak jelek yang terjadi. Akan tetapi bedanya yaitu tak punya bukti asli bila sudah menikah. Dalam kata lain, tidak punyai surat syah menjadi seseorang penduduk negara yang punya posisi yang kuat dalam hukum. Nikah siri walaupun dalam legal Islam dapat diresmikan, tetapi dalam legal negara tak dapat syah.

B. Nikah Siri Menurut Hukum Islam

Nikah siri selaku pernikahan secara rahasia sesungguhnya tidak boleh oleh Islam sebab Islam larang seseorang wanita buat menikah tanpa ada setahu walinya. Soal ini didasari pada hadist nabi yang diungkapkan oleh Abu Musa ra, sebenarnya Rasulullah saw bersabda ;

“Tak resmi satu pernikahan tiada seseorang wali.”

Hadist itu diperkokoh hadist yang lain diriwayatkan oleh Aisyah ra, sebetulnya Rasulullah saw dulunya pernah bersabda ;

“Wanita manapun yang menikah tiada mendapai ijin walinya, karenanya pernikahannya batil; pernikaannya batil.”

Abu Hurayrah ra meriwayatkan suatu hadist, sebetulnya Rasulullah saw bersabda ;

“Seorang wanita tak boleh menikahkan wanita yang lain: Seorang wanita pun tidak punya hak menikahkan dirinya. Dikarenakan, kenyataannya wanita pezina itu merupakan (orang muslim) yang menikahkan dianya.”

Maka bisa diartikan jika pernikahan tanpa ada wali yaitu pernikahan yang terdapat sifat batil. Pernikahan siri termaksud perlakuan maksiat pada Allah SWT dan memiliki hak mendapat sangsi di dunia. Namun, tidak ada aturan syariat yang terang terkait wujud dan kandungan sangsi untuk beberapa orang yang terturut dalam pernikahan tanpa wali. Oleh maka itu, kasus pernikahan tanpa wali dan pelaksananya bisa dijatuhi hukuman. Orang hakim bisa memutuskan sangsi penjara, pengisolasian dan sebagainya pada aktor pernikahan tiada wali.

C. Nikah Siri Menurut Hukum Negara

Nikah siri ditata di beberapa pasal negara antara lain:

1. Pasal 143 Perancangan Undang-Undang

Pasal 143 RUU yang cuma ditujukan untuk pengikut Islam ini menggariskan tiap-tiap orang yang dengan berencana melaksanakan perkawinan tak di depan petinggi pencatat nikah dipidana intimidasi hukum banyak ragam, mulai dengan 6 bulan sampai 3 tahun dan denda dimulai dengan Rp. enam juta sampai Rp. 12 juta. Kecuali menyentuh kasus kawin siri, ini RUU menyentuh kawin mutah atau kawin kontrak.

2. Pasal 144 Perancangan Undang-Undang

Pasal 144 menuturkan jika tiap orang yang melaksanakan perkawinan mut’ah diganjar hukuman penjara selamanya tiga tahun serta perkawinannya gagal sebab hukum. RUU ini pula atur bab perkawinan campur di antara 2 orang yang beda kewarganegaraan. Pasal 142 ayat 3 katakan, calon suami yang berwarganegara asing mesti bayar uang agunan pada calon istri lewat bank syariah senilai Rp. 500 juta.

D. Macam-Jenis Nikah Siri

Dari keterangan di atas, karenanya bisa diambil kesimpulan kalau hukum syariat nikah siri yakni seperti berikut:

1. Nikah siri sebagai pernikahan tanpa wali

Islam terang larang wanita buat menikah dengan orang laki laki tidak ada perjanjian serta kehadiran wali. Tindakan nikah siri ini termasuk tindakan maksiat yang berdosa kalau dilaksanakan. Eksekutor dari nikah siri ini layak mendapat ancaman baik di dunia atau di akhirat.

2. Nikah Siri yang Dijalankan Tanpa ada Pendataan di KUA

Nikah siri yang bermakna nikah yang tengah dilakukan tiada pendataan di instansi pendataan sipil atau KUA (Kantor Masalah Agama). Nikah ini mempunyai dua hukum yang lain ialah hukum pernikahan dan hukum tak mencatat pernikahan di KUA.

Oleh karenanya, nikah siri yang saat ini dikenali dalam penduduk merupakan nikah yang sudah dilakukan resmi berdasar agama tetapi tak resmi di depan hukum sebab tak terdapat bukti pendataan pada instansi pendataan sipil. Sedangkan, nikah siri tak ada wali ialah tidak syah baik di depan agama atau di mata hukum.

E. Posisi Anak di Nikah Siri

Seseorang anak yang syah menurut Undang-Undang, yakni dari hasil perkainan yang resmi. Ini tertera dalam Undang- Undang No. satu tahun 1974 perihal Pernikahan, pasal 42 ayat 1 : Anak yang resmi yaitu beberapa anak yang dilahirkan dalam atau jadi karena perkawinan yang syah.

Ini menunjuk jika posisi anak memiliki interaksi dara dengan ke-2 orang tuanya. Dalam beberapa kasus mengenai hak anak hasil nikah siri ada kesulitan dalam pengurusan hak hukum sepeti nafkah, peninggalan atau dokumen kelahiran.

Status anak nikah siri tidak ditulis oleh negara, jadi posisi anak itu disebut di luar nikah. Secara agama, status anak hasil dari nikah siri mendapatkan hak yang sama dengan anak hasil pernikahan resmi berdasar pada agama.

Namun demikian, ini tidak seirama dengan hukum yang berjalan di Indonesia. Soal ini berlawanan perundang-undangan yang dipastikan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 Ayat 1: A

F. Argumen Nikah Siri

Ada sejumlah argumen pasangan memutuskan pernikahan siri, misalnya:

– Tunggu hari yang benar untuk mengerjakan pernikahan terdaftar di KUA dengan argumen disaat masa nantikan itu tidak ada perzinahan.

– Ke-2 pihak atau salah satunya faksi calon mempelai belum bersiap dikarenakan masih sekolah/ kuliah atau tetap terlilit dengan kedinasan (sekolah) yang tak diizinkan nikah lebih dahulu.

– Dari faksi orang-tua, pernikahan ini bertujuan untuk tersedianya ikatan sah dan menghindar dari tindakan yang menyalahi tuntunan agama seperti zina.

– Ke-2 atau satu diantara faksi calon mempelai belumlah cukup usia / dewasa, sedangkan faksi orang-tua inginkan tersedianya perjodohan di antara ke-2 nya. Maka waktu mendatang calon mempelai tidak kembali nikah dengan faksi lain serta dari faksi calon mempelai wanita tidak dipinang pihak lain.

– Selaku jalan keluar untuk mendapati anak kalau dengan istri yang terdapat tak dianugerahi anak. Kalau nikah dengan resmi akan terganjal dengan Undang-Undang atau peraturan lain, baik yang tersangkut ketentuan perkawinan ataupun kepegawaian atau kedudukan.
– Mau tak mau seperti faksi calon pengantin laki laki ketangkap basah bersuka-cita sama wanita pujaannya. Disebabkan dengan argumen belum bersiap dari faksi lelaki, karenanya buat tutup noda dilaksanakan nikah siri.

Disamping itu, ada pula yang terhambat sebab faksi wanita secara legal resmi masih tetap terlilit interaksi dengan lelaki, contohnya menganggap jika wanita itu sudah janda secara hukum agama, tetapi belum mengatur perpisahan di pengadilan.

– Melegalkan secara agama buat laki laki yang telah beristri karena kesusahan mengharap ijin atau mungkin tidak berani ijin pada istri pertama kalinya atau tak merasakan nyaman ke mertuanya.

G. Undang-Undang Perkawinan

Di pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan jika perkawinan yaitu ikatan lahir dan batin di antara seorang pria dengan orang wanita buat membuat rumah tangga yang berbahagia serta abadi berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Adapun syahnya perkawinan tercatat dalam Pasal 2 Ayat (1) yang mengeluarkan bunyi seperti berikut:

“Perkawinan yakni resmi, jikalau dijalankan menurut hukum masing-masing agamanya serta kepercayaannya itu”

Maka bisa dijelaskan kalau sejauh pernikahan dijalankan sesuai peraturan agama yang diikutinya, jadi pernikahan itu dipandang resmi secara hukum baik pernikahan itu dikerjakan di muka petugas yang dipilih oleh Undang-Undang ataupun tak (siri atau di balik tangan).

Akan tetapi sebagai kesulitan, berkaitan pembuktian ada pernikahan itu yang menurut ketentuan perundangan cuman bisa dipastikan Cuplikan Dokumen Nikah yang diedarkan oleh Karyawan Pencatat Nikah atau Cuplikan Surat Perkawinan oleh catatan sipil. Maka waktu suatu pernikahan tak ditunaikan di depan petugas yang dipilih, maka dapat kesukaran pada pembuktian pernikahannya. Karena tidak tertera pada instansi yang berkekuatan, sebagai halnya ditata dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

“Masing-masing perkawinan ditulis menurut ketetapan Undang-Undang yang berjalan”

H. Hukum Nikah Siri di Indonesia

Di Indonesia, hukum pernikahan dirapikan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 sebagaimana berikut :

– Perkawinan yaitu resmi jika dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya serta kepercayaannya tersebut.
– Setiap perkawinan ditulis menurut Perundang-undangan yang berjalan.
Berdasar pada Undang-Undang itu, walau sudah resmi dimata agama tiap perkawinan haruslah tetap tertera secara negara. Berarti, nikah siri dikira tak resmi di mata hukum Indonesia sebab tidak terdapatnya akte nikah dan beberapa surat sah berkaitan keabsahan pernikahan itu.

1. Efek Positif serta Negatif Nikah Siri

Secara hukum positif, nikah siri tidak selengkapnya sesuatu tindakan hukum karena tak tercantum sah dalam catatan pemerintahan. Anak yang lahir dari pernikahan siri dipandang tidak bisa dilegalisasi oleh negara lewat dokumen kelahiran.

Tiap-tiap penduduk negara Indonesia yang lakukan pernikahan mesti mendaftar pernikahannya ke KUA atau Kantor Catatan Sipil buat memperoleh surat atau surat nikah.

Perkawinan cuma bisa dinyatakan akte nikah yang dibikin oleh karyawan pencatat nikah. Resiko hukum yang muncul dari sebuah pernikahan siri terjadi kalau ada perpisahan, ialah istri kulit mendapati hak atas harta bersama seandainya suami tak memberi.

Terkecuali itu, apabila ada peninggalan yang dibiarkan oleh suami sebab meninggal, anak serta istri begitu sukar mendapat hak dari harta peninggalan. Bila seorang suami profesinya sebagai PNS, istri atau anak tak punya hak memperoleh bantuan apa pun.

Dari sisi menyalahi hukum pernikahan di Indonesia, menikah dengan cara siri pula memiliki banyak resiko negatif, terutama buat golongan wanita. Ada sejumlah efek negatif menikah siri, salah satunya:

– Faksi wanita tak dapat menuntut hak-hak-nya menjadi istri yang udah dilanggar oleh suami karena tak tersedianya kebolehan hukum yang masih tetap kepada otoritas perkawinan itu.
– Kebutuhan berkaitan pengerjaan KTP, KK, paspor dan surat kelahiran anak tidak bisa dilayani sebab tak ada bukti pernikahan berwujud surat nikah/ buku nikah.
– Nikah siri condong bikin satu diantaranya pasangan, terutama suami lebih lepas buat tinggalkan keharusannya.
– Banyak perbuatan kekerasan kepada istri
– Bisa pengaruhi kejiwaan anak serta istri.
– Penghinaan seksual kepada wanita lantaran dipandang sebagai pelepasan hasrat sejenak untuk kelompok lelaki.
– Bakal ada banyak kasus poligami yang terjadi
– Tak terdapatnya keputusan posisi wanita selaku istri dan kepastian status anak di mata hukum atau orang.
Selainnya efek negatif, ada resiko positif meski efek negatif bakal bisa lebih banyak, misalnya:

– Kurangi beban atau tanggung-jawab seseorang wanita sebagai tumpuan keluarga.
– Meminimalisasi tersedianya sex bebas dan mengembangnya penyakit AIDS atau penyakit yang lain.
– Sanggup menghindari satu orang dari hukum zina dalam agama.
Dalam agama Islam, rukun pernikahan ada, lima, yakni:

– Tersedianya calon pengantin lelaki
– Terdapatnya calon pengantin wanita
– Wali nikah
– 2 orang saksi
– Ada ijab Kabul
Apabila ke-5 rukun ini ada dan masing-masing rukun itu telah penuhi syaratnya, jadi pernikahan itu sudah resmi berdasar agama. Berdasar pada ketetapan pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang perkawinan mesti dipandang syah menurut hukum agama.

Namun demikian, supaya pernikahan ini memperoleh pernyataan sah dari negara, jadi pernikahan itu mesti ditulis menurut ketetapan Perundang-undangan yang berlangsung. Buat umat Islam, lembaga yang berkekuatan mengerjakan pendataan pernikahan yakni Karyawan Pencatat Nikah di KUA Kecamatan, baik pendataan lewat pemantauan saat berlangsungnya pernikahan ataupun berdasar pengesahan pengadilan buat yang pernikahannya tidak dilakukan di bawah pemantauan petinggi yang dipilih.

Nach, itu hukum nikah siri di Indonesia dan sejumlah imbas positif ataupun negatifnya. Kendati syah di mata agama, akan tetapi nikah siri baiknya dijauhi supaya tak ada penyesalan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan artikel berikut menginspirasimu ya!